BAB III


BAB III
PEMBAHASAN

Kawasan Perbatasan di Nusa Tenggara Timur (NTT)
            Kawasan perbatasan antarnegara dengan Timor Leste di NTT merupakan kawasan perbatasan antarnegara yang terbaru mengingat Timor Leste merupakan negara yang baru terbentuk dan sebelumnya adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Perbatasan antarnegara di NTT terletak di tiga kabupaten yaitu Belu, Kupang, dan Timor Leste Utara (TTU).  Perbatasan antarnegara di Belu terletak memanjang dari utara ke selatan bagian pulau Timor, sedangkan Kabupaten Kupang dan TTU berbatasan dengan salah satu wilayah Timor Leste, yaitu Oekussi, yang terpisah dan berada di tengah wilayah Indonesia (enclave).  Garis batas antarnegara di NTT ini terletak di  sembilan kecamatan, yaitu  satukecamatan di Kabupaten Kupang, tiga kecamatan di Kabupaten TTU, dan lima kecamatan di Kabupaten Belu.  




 
Pintu perbatasan di NTT terdapat di beberapa kecamatan yang berada di tiga kabupaten tersebut, namun pintu perbatasan yang relatif lengkap dan sering digunakan sebagai akses lintas batas adalah di Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu. Fasilitas perbatasan yang ada seperti CIQS, sudah cukup lengkap walaupun masih darurat, seperti kantor kantor bea cukai yang belum dilengkapi dengan alat detektor/scan bagi barang yang masuk dan keluar NTT, kantor imigrasi yang masih sangat sederhana, karantina hewan dan tumbuhan, serta pos keamanan yang juga masih sederhana. 
Prasarana pasar di perbatasan yang terletak di dekat pintu perbatasan rusak berat akibat perusakan oleh sekelompok orang dalam insiden yang terjadi pada tahun 2003, sehingga dipindahkan ke tempat lain dan saat ini masih dalam kondisi darurat, sedangkan sarana dan prasarana lain seperti sekolah dan pusat kesehatan masyarakat telah tersedia walau dalam kondisi yang belum baik. Fasilitas-fasilitas sosial yang telah ada dibangun oleh pemerintah pusat dan daerah untuk kebutuhan para pengungsi.
Sarana dan prasarana perhubungan darat maupun laut ke pintu perbatasan Timor Leste cukup baik, sehingga akses kedua pihak untuk saling berkunjung relatif mudah dan cepat. Kondisi jalan dari Atambua, ibukota Belu, menuju pintu perbatasan cukup baik kualitasnya, sehingga perjalanan dapat ditempuh dalam waktu satu setengah jam.  Hal ini dapat dimengerti karena kedua daerah NTT dan Timor Leste sebelumnya merupakan dua Provinsi yang bertetangga, sedangkan hubungan udara telah dipenuhi oleh maskapai penerbangan Merpati yang memiliki penerbangan regular dari Bali ke Dili.
Kegiatan lintas batas lainnya adalah kunjungan kekerabatan antar keluarga karena banyaknya masyarakat eks pengungsi Timor Leste yang masih tinggal di wilayah Atambua, sedangkan warga Indonesia lainnya yang berkunjung ke Timor Leste adalah dalam rangka melakukan kegiatan perdagangan bahan makanan dan komoditi lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat Timor Leste.
Potensi sumberdaya alam yang tersedia di kawasan perbatasan NTT pada umumnya tidak terlalu besar, mengingat kondisi lahan di sepanjang perbatasan tergolong kurang baik bagi pengembangan pertanian, sedangkan hutan di sepanjang perbatasan bukan merupakan hutan produksi atau konversi serta hutan lindung atau taman nasional yang perlu dilindungi.
Kondisi masyarakat di sepanjang perbatasan umumnya miskin dengan tingkat kesejahteraan yang rendah dan tinggal di wilayah terisolir. Sumber mata pencaharian utama masyarakat di kawasan perbatasan adalah kegiatan pertanian lahan kering yang sangat tergantung pada hujan. Kondisi masyarakat di wilayah Indonesia ini saat ini pada umumnya bahkan masih relatif lebih baik dari masyarakat Timor Leste yang tinggal di sekitar perbatasan. Dengan demikian, kawasan perbatasan di NTT khususnya di lima kecamatan yang berbatasan langsung dengan Timor Leste maupun daerah NTT secara keseluruhan perlu diperhatikan secara khusus karena dikhawatirkan akan terjadi kesenjangan yang cukup tajam antara masyarakat NTT di perbatasan dengan masyarakat Timor Leste, khususnya penduduk Belu yang sebagian besar masih miskin.

Permasalahan
Ketika masyarakat perkotaan asyik disuap oleh berbagai bentuk teknologi, masyarakat perbatasan masih gagap teknologi; ketika masyarakat perkotaan dikelilingi gemerlapnya dunia, masyarakat perbatasan hanya hidup dari gelapanya keadaan; ketika masyarakat perkotaan bebas berekspresi menembus batas ruang dan waktu, mayarakat perbatasan masih sibuk terkukung oleh jarak dan waktu. Kenyataan ini merupakan sebuah ketimpangan yang luar biasa sebagai akibat dari ketidakadilan pembangunan yang tersembunyi. Tetapi di lain pihak, kita tidak dapat mengingkari kenyataan tersebut. Intinya, masyarakat perbatasan masih hidup di bawah garis kemiskinan, gagap teknologi, dan miskin ilmu. Lalu, di manakah peran teknologi dan komunikasi (TIK)? Dan di manakah tanggung jawab pemerintah Indonesia selama ini?
Kesenjangan informasi ini terlihat dari keterbatasan daya jangkau siaran nasional, siaran radio dan televisi nasional justru tidak dapat diterima dengan baik. Jika tidak ditangani dengan baik akan semakin menciptakan kesenjangan informasi yang berimplikasi pada melemahnya semangat nasionalisme masyarakat daerah perbatasan.
Seiring tingginya kesadaran akan arti penting daerah perbatasan, pemerintah Indonesia terus memberikan perhatian khusus kepada daerah ini. Perhatian khusus ini sudah seharusnya diberikan sebab hampir seluruh sektor di wilayah perbatasan mengalami ketertinggalan. Di sektor pendidikan, upaya untuk memajukan wilayah perbatasan masih terbuka luas. Terobosan yang bisa ditempuh saat ini adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
Pemanfaatan TIK di daerah perbatasan bisa pula dipahami sebagai upaya membuka pintu masuk (access point) bagi pelaku pendidikan lokal agar senantiasa terhubung dengan dunia luar. Dengan adanya keterhubungan ini arus informasi dan transfer pengetahuan bisa terus terjadi melalui saluran yang disediakan.
Contohnya adalah internet sebagai salah satu pengembangan TIK sangat potensial untuk diaplikasikan sebagai media pembelajaran. Kehadiran internet diakui telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan.
Komunikasi tradisional juga bergantung pada peran operator seluler. Hal ini disebabkan bahwa layanan operator seluler mampu menjadi pemangkas batas jarak dan waktu yang menjadi hambatan dalam suatu pembangunan. Adapun langkah-langkah konkrit strategis yang dapat diupayakan oleh operator seluler yag paling utama adalah perluasan jangkauan sinyal. Dengan begitu, diharapkan mampu menjangkau seluruh masyarakat yang ada di pelosok negeri terutama daerah perbaytasan. Dengan ternikmatinya layananan operator seluler maka jumlah masyarakat yang miskin secara ekonomi dan ilmu serta gagap teknologi terutama di wilayah perbatasan dapat dikurangi. Selain memperluas jangkauan sinyal, operator seluler juga perlu memikirkan rencana penyedian layanan produk yang sesuai dengan karakteristik kehidupan masyarakat di perbatasan. Akibat nyata dari dari hal ini akan berimbas terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat yang ada.
Untuk menutup kesenjangan informasi di daerah perbatasan ini diperlukan peningkatan pemerataan infrastruktur, akses, dan penggunaan media dengan penyediaan konten yang edukatif bagi pengembangan kawasan perbatasan. Terutama peran media massa swasta sangat diharapkan dalam rangka optimalisasi diseminasi informasi ke daerah perbatasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar